Memiliki Kehidupan yang Berarti dari Buah Roh Ini
Di zaman serba instan ini sudah mendidik kita untuk sulit bersabar dan menunggu proses sebab kita terbiasa dengan hasil yang cepat, padahal hal ini sangat tidak baik. Kebiasaan serba cepat dapat melunturkan pengendalian diri kita sebab kita menjadi mudah emosi jika harus menunggu lama.
Melatih diri untuk memiliki pengendalian diri memang tidak mudah, namun pasti dapat dilakukan dengan bantuan Roh Kudus, karena karakter ini termasuk dalam salah satu buah Roh yang harus kita hasilkan maka kita dapat melakukannya bersama Roh Kudus.
Salah satu tokoh di Alkitab yang tidak dapat mengendalikan diri adalah raja Uzia. Menjadi raja di usia muda dan mendapatkan kekuasaan serta harta dengan mudah akhirnya membuat raja Uzia lupa diri sehingga tak dapat mengendalikan diri dan melakukan hal yang bukan kapasitasnya dengan membakar ukupan bagi Tuhan.
Setelah ia menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak. Ia berubah setia kepada TUHAN, Allahnya, dan memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan. (2 Raja-raja 26:26)
Hidup raja Uzia yang dibangun dengan takut akan Tuhan akhirnya diakhiri dengan kejatuhan ketika ia tak dapat mengendalikan dirinya dan merasa memiliki hak yang seharusnya ia miliki, yaitu membakar ukupan di mezbah pembakaran, padahal hak ini hanya dimiliki oleh jabatan imam yang dipercaya Tuhan untuk menyampaikan suara-Nya.
Sebagai seorang pemimpin, tingkah laku raja Uzia sudah mendapat peringatan dari nabi Azarya, namun raja usia memang tak dapat mengendalikan dirinya karena ia merasa menjadi raja yang memiliki hak segalanya, sehingga tak memedulikan tegoran nabi Tuhan.
Tetapi Uzia, dengan bokor ukupan di tangannya untuk dibakar menjadi marah. Sementara amarahnya meluap terhadap para imam, timbullah penyakit kusta pada dahinya di hadapan para imam di rumah TUHAN, dekat mezbah pembakaran ukupan. (2 Raja-raja 26:19)
Dari raja Uzia kita dapat belajar bahwa memiliki pengendalian diri sangat penting. Biasanya jabatan, status, harta dan kepandaian dapat mengaburkan kita dari sikap pengendalian diri sehingga kita dapat berpiki bahwa kita dapat melakukan segala hal yang kita inginkan.
Menjadi seorang manusia yang memiliki buah-buah Roh lebih penting daripada menjadi manusia yang memiliki segalanya, sebab pada akhirnya jika kita meninggalkan dunia ini maka yang akan tersisa hanya manusia roh kita yang hidup dengan buah-buah Roh, tanpa jabatan, status dan harta yang kita miliki.