Jika Rela Melakukan Dua Hal Maka Kita Akan Menjadi Orang yang Lebih Baik Hati

Jika Rela Melakukan Dua Hal Maka Kita Akan Menjadi Orang yang Lebih Baik Hati

Semakin lama kita hidup seharusnya mengalami pembaharuan pikiran setiap hari menuju kea rah yang semakin baik agar hidup kita semakin menghasilkan buah-buah Roh. Oleh karena itu sebagai umat Allah yang ingin menjadi orang yang lebih baik hati, maka kita perlu belajar dari orang Samaria yang murah hati yang perlu diteladani.

Perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati mengajarkan kita dua hal yang amat mendasar tentang kebaikan. Jika kita ingin benar-benar menjadi orang yang lebih baik hati, maka kita harus bersedia melakukan dua hal berikut:

  1. Harus rela diinterupsi

Kebaikan yang kita lakukan bukanlah untuk diri kita, melainkan untuk orang lain. Itulah sebabnya mereka butuh kebaikan dari kita. Pada saat kita dibutuhkan, kita harus menghentikan segalanya dan berhenti.

interupsi.jpg

Saat kita sedang sibuk memperjuangkan hidup kita, tiba-tiba kita melihat orang yang membutuhkan diri kita, maka menolehlah dan ulurkan tangan seperti orang Samaria yang berhenti dalam perjalanannya dan memberikan pertolongan pada korban perampokan di jalan. Tuhan memang kerap memberikan perhentian atau melakukan interupsi dalam perjalanan hidup kita untuk melihat sejauh mana kepedulian kita dan ketulusan hati kita diusik dengan perkara orang lain.

Tuhan dengan sengaja menempatkan orang-orang yang tengah terluka di jalan kita supaya kita belajar tentang kebaikan. Bila kita diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengalaminya hari ini, bagaimana kita akan meresponnya? Akankah kita melewatkannya? Atau akankah kita memanfaatkan momen itu?

  1. Harus rela mengambil risiko

Seringkali, kekhawatiran kita sendirlah yang menyebabkan kita tidak berbuat baik. Bayangkan rasa takut yang bisa saja ada di benak orang Samaria itu ketika melihat pria itu tergeletak di jalan. Dia bisa saja berkata, “Jangan-jangan jika aku membantu orang ini, komplotan perampok itu masih ada di sekitar sini lalu muncul menyergapku?”

Berapa kali kita memutuskan untuk tidak membantu seseorang karena kita berpikir, “Saya tidak tahu harus berkata apa padanya?” Satu ketakutan besar yang jarang kita bicarakan: Ketika kita melibatkan diri di dalam luka dan kepedihan orang lain, itu mengingatkan kita pada kepedihan kita sendiri. Itulah mengapa kita biasanya takut terlibat dalam rasa sakit orang lain, karena kita takut mengingat luka lama kita.

Namun kita tidak akan pernah belajar bagaimana sungguh-sungguh menunjukkan kebaikan hati, sampai kita melewati ketakutan kita sendiri, dan menjadi perpanjangan kasih Tuhan kepada orang lain. Alkitab mengatakan, “Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan;” (1 Yohanes 4: 18a).

Kasih Tuhanlah yang terlebih dahulu membantu kita menyembuhkan diri dari rasa sakit kita sendiri, sehingga kita kemudian bisa menunjukkan kasih itu kepada orang lain. Kasih Tuhanlah yang membantu kita melewati ketakutan sehingga kita bisa belajar untuk bersikap baik kepada orang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

you're currently offline