Sudah Menjadi Dewasa Rohani? Cek Ciri-cirinya
Memiliki kedewasaan rohani sangat penting dalam kehidupan bergereja dan bersosial, sebab kedewasaan rohani akan membuat kita menjadi anak Tuhan yang dapat menjadi saksi Kristus dan memuliakan nama Tuhan.
Kedewasaan rohani tidak dapat diukur dari lamanya seorang Kristen mengenal Tuhan atau dari jumlah umur, karena kedewasaan rohani muncul dari karakter hati yang menampilkan karakter Yesus dalam kehidupan sehari-hari.
Rasul Paulus menuliskan ciri-ciri mengenai orang Kristen yang memiliki kedewasaan rohani guna mengajari kita agar hal ini menjadi patokan seperti apa menilai seseorang yang sudah dewasa rohani, yakni orang Kristen yang memiliki buah-buah Roh.
Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. (Galatia 5:22-23)
Pribadi yang dewasa rohani akan menyatakan karakter kasih Bapa yang agape, yakni mengasihi orang lain tanpa syarat dan tulus. Orang Kristen yang dewasa rohani selalu dapat mengubah keadaan dalam segala kondisi, misalnya tahu harus bersikap saat ada orang yang belum pulih, dapat mengekang mulutnya dan tidak sama dengan orang dunia ini.
Ketidakdewasaan dalam hal rohani akan membuat banyak kerugian, yaitu perpecahan, saling menyakiti dan permusuhan. Namun, sayangnya hal ini justru kerap terjadi dalam diri sesama anak Tuhan, baik dalam lingkungan pelayanan atau sekitarnya.
Padahal, menjadi orang Kristen yang tidak dewasa rohani bukan hanya merugikan Tuhan tetapi merugikan diri sendiri. Oleh sebab itu kita perlu mengkis karakter manusia lama kita dengan Firman Tuhan, sebab kedewasaan rohani terbentuk dari hati yang rela ditundukkan Tuhan dalam setiap masalah hidup.
Tanpa memiliki kedewasaan rohani, kita tidak akan pernah melihat perubahan, transformasi atau terobosan terjadi dalam hidup kita. Tuhan menuntut kita berubah dan mengalami pembaharuan budi agar pada hari penghakiman tiba kita tidak dibuang ke dalam api yang menyala-nyala.
Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu. (1 Korintus 13:11)