Jadikan Social Distancing untuk Dengar Suara Tuhan di Keheningan Seperti Tokoh Alkitab Ini
Masa social distancing merupakan masa-masa manis kita dengan Tuhan, dimasa ini seharusnya kita makin intim dan makin mesra dengan Tuhan sebab kita memiliki lebih banyak waktu dengan-Nya.
Di kala kita tidak dapat lagi merasakan hadirat-Nya melalui gemerlap lighting panggung gereja, tidak bisa merasakan panduan suara WL yang mengantar menuju tahta Bapa, tidak dapat lagi bertemu muka rekan sesama tubuh Kristus yang menghangatkan, tidak bisa mendengarkan khotbah-khotbah lucu di atas mimbar dan berbagai keriuhan ritual gereja.
Kini saatnya kita menghampiri Bapa dalam keheningan, saatnya mendengar suara Tuhan lewat sayup-sayup udara yang sejuk di kamar kita, entah bersama orang terkasih atau seorang diri. Karena ini waktunya Allah berbicara lebih banyak kepada kita.
Elia, nabi Tuhan yang besar juga merasakan bagaimana social distancing di gunung Horeb saat ia ketakutan dengan ancaman Izebel yang ingin membunuhnya. Karena itu ia lari ke gunung Horeb. Di gunung itu, muncul gempa yang hebat, tapi tak ada Tuhan. Muncul angin besar, tapi tak ada Tuhan juga. Kemudian muncul api, namun tetap tak ada Tuhan.
Suara Tuhan baru didengar Elia ketika ia dalam keadaan tenang dan dalam keheningan menantikan pertolongan Tuhan, sehingga Ia menyapa Elia dalam angin sepoi-sepoi basa.
Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu. Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa. Segera sesudah Elia mendengarnya, ia menyelubungi mukanya dengan jubahnya, lalu pergi ke luar dan berdiri di pintu gua itu. Maka datanglah suara kepadanya yang berbunyi: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” (1 Raja-raja 19:12-13)
Setelah Elia mendengar suara Tuhan, rasa takutnya akan ancaman Izebel pun tak ia hiraukan lagi, sebab hadirat-Nya telah menguatkan Elia untuk maju dan melangkah pada tugas mulia yang selanjutnya ia lakukan bagi Tuhan dan bagi generasi selanjutnya.
Firman TUHAN kepadanya: “Pergilah, kembalilah ke jalanmu, melalui padang gurun ke Damsyik, dan setelah engkau sampai, engkau harus mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram. Juga Yehu, cucu Nimsi, haruslah kauurapi menjadi raja atas Israel, dan Elisa bin Safat, dari Abel-Mehola, harus kauurapi menjadi nabi menggantikan engkau. (1 Raja-raja 19:15-16)
Dalam keheningan dan kesejukan hadirat-Nya, kita dapat mendengarkan suara-Nya yang menyapa, memberi kekuatan untuk hidup dan menuntun untuk langkah selanjutnya agar kita dapat menyelesaikan panggilan hidup kita, bagi Tuhan dan bagi generasi kita selanjutnya. Caranya, masukilah hadirat Tuhan seperti Elia menuju gunung Horeb.