Jangan Mempermalukan Tuhan usai Bercerai
Pernikahan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa disapa Ahok dengan istrinya Veronica Tan telah bercerai, pada beberapa waktu lalu. Sosok Ahok yang menjadi tokoh masyarakat karena sikapnya yang berani membela kebenaran ini menjadi penggugat istrinya dengan alasan orang ketiga atau “good friend” yang dimiliki istrinya.
Dalam bermasyarakat, kebanyakan orang Kristen pasti sudah mengetahui bahwa Tuhan membenci perceraian sebab yang telah dipersatukan Tuhan tidak boleh diceraikan manusia. Kenyataannya, banyak orang Kristen melakukan perceraian, hal ini kurang disoroti karena bukan publik figur seperti Ahok.
Lalu bagaimana sebagai orang Kristen menanggapi perceraian?
Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain. (Roma 7:2-3)
Ayat firman Tuhan ini menunjukkan bahwa ikatan pernikahan tidak dapat dibatalkan kecuali oleh kematian. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa perceraian adalah hak Allah, yakni melalui kematian sebab sebuah ikatan pernikahan yang diberkati dalam altar gereja merupakan pernikahan kudus dimana Tuhan merestui pernikahan tersebut.
Jika perceraian terjadi karena salah satu pihak berselingkuh atau memiliki idaman lain, maka sudah seharusnya yang disakiti memberikan pengampunan. Pengampunan sampai tujuh puluh kali tujuh kali yang Yesus ajarkan tentu berlaku untuk semua kasus yang terjadi di dunia ini. Jadi, jika orang Kristen tetap bercerai setelah mengetahui kebenaran ini, maka ia sedang memiliki ketegaran hati yang sukar tunduk akan firman Tuhan.
Lalu kata Yesus kepada mereka: “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. (Markus 10:5)
Perceraian bukanlah kehendak Allah, sebab Tuhan telah menetapkan standar firman Tuhan bagi orang yang akan menikah. Maka ketika seseorang sudah mengikat janji suci di depan altar gereja, seharusnya dalam dirinya pun tertanam bahwa pasangannya adalah seseorang yang akan tetap di sisinya sampai maut memisahkan.
Bertameng dari ayat Firman
Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah , lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah. (Matius 19:9)
Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus. Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera. Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu? (1 Korontus 7:14-16)
Banyak orang Kristen menggunakan ayat Alkitab ini sebagai tameng atau senjata karena dituliskan kata “barangsiapa”, yang menjadi penafsiran bahwa kata tersebut berarti boleh menceraikan pasangan hidup. Beberapa ayat di Alkitab memang memberi solusi setelah menghadapi perceraian, hal ini dituliskan sebab hati manusia begitu sulit dilarang jika sudah memiliki tekad yang bulat. Namun, ujungnya adalah apakah dengan perceraian, seorang suami atau istri dapat tetap menjaga kehidupan kudus tanpa kecemaran agar Tuhan tidak dipermalukan kembali.